You are currently viewing Sianga, Pandai Besi Tradisional Asal Kecamatan Tebas Tetap Bertahan Demi Nafkahi Keluarga

Sianga, Pandai Besi Tradisional Asal Kecamatan Tebas Tetap Bertahan Demi Nafkahi Keluarga

Sianga, Pandai Besi Tradisional Asal Kecamatan Tebas Tetap Bertahan Demi Nafkahi Keluarga


Pojokkatanews.com-Berprofesi sebagai pandai besi tidak menyulutkan semangat Sianga pria yang memasuki usia 65 tahun tidak menyerah pada keadaan.

Diusia yang tidak lagi muda lagi pria asal desa Tebas Kuala kecamatan tebas tetap berjuang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Selasa (11/1/2022)

Sianga yang bekerja di sebuah gubuk yang sudah terlihat rapuh dan berisikan peralatan-peralatan tua. Dirinya dikaruniai enam anak memiliki bertahan sebagai pandai besi.

Bapak Sianga sebagai pandai besi

Sianga yang lahir pada tahun 1957 itu, mulai bekerja sebagai pandai besi pada usia 16 tahun yang masih memiliki badan yang kekar dan dapat melakukan segala hal hingga sekarang yang sudah terlihat sangat tua dan renta.


“Beginilah pekerjaan saya, selalu berhadapan dengan benda kasar dan berat yang selalu bertatapan dengan bara api yang sangat panas ini”, katanya.

Sianga bekerja setiap hari bukan tanpa merasakan sakit, namun harus selalu mengkonsumsi obat-abatan dan rempah yang ia dapat dari sinsang, akibat dari panas yang ia hadapi setiap waktu.

“Sudah beberapa tahun ini, saya rutin mengkonsumsi rempah dan obat yang disarankan kepada saya untuk menghindarkan hal yang tidak diinginkan”, ujarnya.

Pekerjaan sebagai pandai besi ini harus tetap berlanjut agar anak istri bapak Sianga tidak merasakan pahitnya kehidupan pada masa mudanya dahulu.

Dalam satu kali bilah, upah yang diberikan tidaklah begitu besar, belum sesuai dengan resiko yang akan diterimanya.

“Saya tidak pernah merasakan yang namanya bersekolah, orang tua saya dulu adalah orang yang kurang mampu yang membuat saya harus berusaha keras mengikuti segala ajakan pekerjaan pada waktu muda”, tuturnya.

“Kebanyakan pelanggan ditempat saya adalah petani. mereka membuat pesanan yang sudah menjadi makanan sehari-hari saya, yaitu sebuah parang, ketam padi, mata dodos, dan lain sebagainya dengan upah perbilahnya 35 ribu rupiah, setiap pengunjung selalu berkata sangat sulit mencari pandai besi di daerah ini, yang menandakan pandai pensi yang kebanyakan tutup dan tidak ada penerusnya”, tambahnya.

Sianga menempa besi dengan cara yang masih tergolong tradisional, segalanya dilakukan secara manual.

“Tidak ada alat khusus yang saya gunakan dalam membuat alat petani, semua masih menggunakan gerinda, palu, bara api, dan air. Dilakukan secara berulang hingga terbentuk sebuah parang”, tuturnya.


Sianga juga menceritakan anaknya yang sudah bekerja keluar kota dan masih ada yang sedang bersekolah, itulah hasil dari keringat dari bapak sianga dalam proses membuat kemudahan bagi keluarganya dan para petani.

“Dua anak saya saat ini sedang bekerja di Jakarta, satunya yang baru saja menikah dan empat adiknya masuk dalam pendidikan sekolah. Pandai besi ini juga banyak memudahkan para petani dalam membuat maupun memperbaiki peralatannya”, Pungkasnya. (Yud)

Tinggalkan Balasan