Beda bunga piring beda pula pemakainya, piring terbagus serta perangkat saprahan terbaik diatur untuk dipergunakan oleh mereka yang memiliki status istimewa seperti Haji, Pejabat atau tokoh masyarakat terkemuka.
Keseragaman warna, bentuk dan ukuran serta keindahan menjadi syarat mutlak perangkat saprahan untuk dipergunakan oleh orang dengan status istimewa tersebut.
“Diatur mulai dari warna, corak dan bunga piring serta cangkir hingga tempat cuci tangan, yang terbaik dan terbagus akan digunakan oleh orang penting seperti Haji, Pejabat atau tokoh masyarakat terkemuka,”ujar Arbiyan, satu diantara orang yang bertugas mengatur rancapan.
Tugas tim perancap tak hanya sampai disini, mereka bertanggung jawab mempersatukan kembali piring dan perangkat lainnya sesuai corak dan bunga usai dicuci, kemudian di lap atau dikeringkan lalu dipergunakan kembali bagi undangan perempuan.
Selanjutnya, setelah tim perancap juga terdapat tim emper emper, tim ini memiliki tugas khusus menyusun lauk pauk, nasi, air minum dan taplak seprahan untuk kemudian diangkut ke tarub tempat resepsi atau tenda tamu.
Tim ini akan memastikan susunan lauk pauk sesuai dengan tata letak dan kuantitas yang ditentukan. Menjaga keindahan penyajian makanan hingga kebersihannya.
Tim ini juga mengakomodir penanak nasi (berapi) atau orang yang bertugas memasak nasi dalam jumlah yang sangat banyak.
Orang ini dituntut memiliki keahlian dalam menghitung atau memperkirakan kuantitas nasi dalam satu piring atau pinggan saprah.
“Harus cukup untuk enam orang, boleh sedikit berlebih tapi tidak boleh kurang, itu akan membuat tuan rumah menjadi malu,”jelas Arbiyan.
Tim besurong tarub dituntut memiliki kecakapan dalam hal mengatur hidangan. Mulai dari meletakkan tempat cuci tangan di pucuk kain saprahan hingga menyusn air minum serta mengatur jarak antar saprahan.
Selanjutnya, satu demi satu saprahan diatur dan disusun agar muat duduknya namun tak bersenggolan para penikmatnya.
Ketika makan, para tamu dan undangan pun tak kalah sopan dalam menyantap hidangan, mendahulukan yang tua, tak bersuara saat makan, apalagi sampai tamak menghabiskan hidangan akan jadi pergunjingan.
Enam pinggan dan lima jenis lauk pauk menjadi simbol filosofi saprahan melayu sambas yang kental akan nilai religius.
Enam pinggan nasi adalah rukun iman sedangkan lima jenis lauk pauk adalah rukun Islam. Ini menjadi budaya yang melekat dalam sendi sendi kehidupan masyarakat Sambas. Karenanya daerah ini dipanggil sebagai serambi mekahnya Kalbar.
Secara umum prinsip dari makan besaprah di Sambas adalah sebuah kerjasama banyak pihak untuk memuliakan para tamu dan undangan dengan pelayanan yang sempurna.
Menjaga nama tuan rumah serta kehormatan Desa menjadi taruhan, kesempurnaan menjadi tuntutan, budaya menjadi tuntunan.
Akhirnya penilaian akan diberikan, usai menyantap hidangan, para tetamu dan undangan berjabat tangan, pulang dan membawa cerita tentang kesempurnaan pelayanan.
Segala yang kurang akan jadi pembicaraan, sekecil detil apapun akan jadi pelajaran bagi mereka yang kelak akan melalsanakan hajatan dan makan besaprah menjadi giliran.