You are currently viewing Mengintip Aktifitas Kera Belanda di Ujung Kalbar
Aktivitas Warga Melihat Kera Belanda di Ujung Kalbar

Mengintip Aktifitas Kera Belanda di Ujung Kalbar

Pojokkatanews.com- Kalimantan Barat menyimpan beragam pesona fauna yang eksotis, satu diantaranya adalah sejenis kera yang berhidung panjang bak bule luar negri.

Karena hidungnya yang panjang dan bulu yang seperti kepirangan, jadilah dia Kera Belanda, sebutan yang disematkan oleh warga kepada primata yang aslinya bernama bekantan ini.

Bekantan memiliki nama ilmiahnya Nasalis larvatus adalah merupakan satu dari dua soesies dalam genus tunggal monyet Nasalis.

Status monyet bekantan ini dalam International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) pada kategori merah, atau terancam punah. Hal ini disebabkan maraknya perburuan yang dilakukan masyarakat terhadap spesies yang hanya ada di pulau kalimantan tersebut.

Upaya pelestarian untuk mempertahankan bekantan pun dilakukan banyak pihak, diantaranya melarang perburuan hingga konservasi lahan mangrove yang merupakan habitat kera belanda ini.

Di Desa Sebubus, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, bekantan mendapatkan perhatian khusus oleh warga dan para aktifis lingkungan setempat.

Peburuan bekantan yang semakin menjadi memanggil nurani warga dan para relawan untuk mengambil langkah gunga melindungi primata tersebut.

Ramli, satu diantara warga yang juga tergabung dalam komunitas Kali Laik mengatakan, pihaknya dan seluruh warga berkepentingan untuk menjaga keberlangsungan bekantan agar tak hanya tinggal cerita.

“kali laik kami cetuskan bersama warga untuk melakukan pengawasan terhadap keberlangsungan spesies bekantan, jangan sampai mereka punah dan hanya menjadi cerita untuk anak cucu kita,”ujarnya.

Dituturkan Ramli, nasib bekantan sebelum didirikannya lembaga kali laik sangatlah tragis, orang-orang memburu primata tersebut untuk dikonsumsi.

“Dulu bekantan diburu oleh masyarakat, dagingnya dimakan dan juga dijadikan umpan untuk menangkap kepiting, namun sejak dibentuknya kelompok pengawas bekantan pada tahun 2007, masyarakat yang berburu semakin sadar pentingnya menjaga kelestarian dari bekantan serta hutan mangrove,”kata Ramli.

“Kita perlahan melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai perlindungan terhadap bekantan ini, akhirnya pada tahun 2013, Kali Laik berbadan hukum sebagai pengawas bekantan dan ini semakin memperkuat langkah perjuangan kami,”sambungnya.

Alhasil dariupaya tersebut, intensitas perburuan bekantan semakin menurun, orang tidak berani berburu bekantan lagi.

“kalau warga ada liat orang masuk dan dicurigai hendak melakukan perburuan, warga akan segera menghubungi kita, ini menunjukkan angka kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian ekosistem alam warga sudah jauh lebih baik dan patut diapresiasi,”tukasnya.

Upaya menjaga keberlangsungan spesies bekantan tak hanya berenti disini, guna terus menjaga eksistensi kera tampan ini habitat yang sesuai juga mesti diperhatikan.

pelestarian bekantan juga terintegrasi dengan kelestarian hutan mangrove sebagai habitatnya. Karenanya, Kali Laik bergabung bersama kelompok Green Leaf saling bahu membahu untuk menjaga ekosistem hutan mangrove bersama bekantan sebagai penghuninya.

Program konservasi hutan mangrove pun dimulai, Kali Laik Green Leaf memanfaatkan hutan mangrove di Dusun Setingga Asin Desa Sebubus sebagai lokasi pusat habitat bekantan.

Bahkan lokasi tersebut dikelola secara baik dan tertata, bekantan tak lagi diburu, namun menjadi hiburan eksotis para pelancong yang datang ke Kecamatan Paloh.

Hutan mangrove mendapat sentuhan berupa walking track atau geretak kayu, dengan demikian, para pengunjung bisa dengan leluasa berjalan ditengah hutan sembari menyaksikan polah kera belanda.

Sebagaimana dikatakan Ketua Kelompok Kalil­aek Kecamatan Paloh, ­Darmawan, pihaknya berencana menjadikan belantan sebagai objek wisata yang akan bisa mendidik masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan beserta ekosistem didalamnya.

“Kita berencana  bersa­ma dengan masyarakat ­akan membuat rumah po­hon,menara, jalan atau t­rack, lokasi mancing,­ steher, gazebo serta­ perahu untuk me­lengkapi sarana yang ­diperlukan wisatawan ­yang datang, harapan kita agar mereka bisa melihat bekantan dan menghargai kehidupan fauna serta menyadari pentingnya menjaga kelestarian lingkungan,”paparnya.

kini hutan mangrove yang ada di setinggak asin dijadikan tempat wisata alam mangrove. Pengunjung dapat melihat keindahan hutan mangrove melalui gertak kayu berwarna warni sepanjang 438 meter. Gertak teraebut merupakan hasil bantuan dan swadaya masyarakat setempat serta sedikit bantuan dari pemerintah.

“Untuk masuk ke dalam kami  mengenakan biaya dua ribu rupiah kepada tiap pengunjung, mereka bisa merasakan sejuknya berjalan di track dalam hutan mangrove, jika beruntung maka bisa menyaksikan bekantan yang biasa berkeliaran pada sore hari, selain itu juga terdapat jenis satwa lainnya seperti lutung, burung saing dan aneka satwa liar lainnya,”pungkas Darmawan.

wisata huta­n mangrove Desa Sebubus telah dilengkapi bebera­pa fasilitas. Diantaranya tra­ck, WC, sarana susur ­sungai seperti speed, kemud­ian perahu-perahu yan­g bisa disewa pengunjung. (Red/Noi)

Tinggalkan Balasan