Pojokkatanews.com- Maraknya aktivitas perkebunan dan pertambangan ilegal di Sambas mengakibatkan sungai Sambas rawan tercemar. Kondisi ini dapat menyebabkan akumulasi timbunan polutan di lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS).
“Saya beberapa kali mengatakan pentingnya mengetahui kemampuan atau daya tampung lingkungan kita terhadap polutan atau zat pencemar,” kata Sekretaris Komisi II DPRD Sambas, Erwin Johana, Selasa (25/1/2022).
Pencemaran sungai, menurut Erwin dapat dilihat dalam kasus tumpahan CPO di aliran Sungai Sambas Besar. Belum lagi kejadian sebelumnya seperti di daerah perbatasan hulu sungai Sambas-Bengkayang yang mengakibatkan ribuan ikan mati.
Tak hanya itu, ancaman pencemaran yang diakibatkan aktivitas pertambangan emas ilegal di wilayah hulu Sungai Teberau di desa Madak, Kecamatan Subah juga harus diwaspadai.
“Di daerah ini berkali-kali terjadi pencemarannya merkuri dari pertambangan ilegal yang mengalir ke Sungai Sambas Kecil,” bebernya.
Penekanan terhadap perusahaan perkebunan di Sambas, kata Erwin perlu dilakukan untuk menekan terjadinya pencemaran di sungai Sambas.
“Kita punya Perda tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, ini harus dipahami dan menjadi patokan aktifitas legal di sungai dan lingkungan lainnya,” tuturnya.
Sementara, Ketua Komunitas Pecinta Lingkungan Sappik Galli Sambas, Alek Tajudin menilai ada tiga penyebab utama pencemaran lingkungan di Sambas. pertama kata dia karena limbah rumah tangga, kedua pencemaran akibat limbah perusahaan perkebunan.
“Kemudian limbah akibat ilegal mining, semuanya ini kadang ada faktor kesengajaan dan tidak disengaja,” ungkapnya.
Menurut Alek, limbah rumah tangga yang dibuang sengaja di parit, selokan dan sungai paling banyak menyumbang kerusakan.
‘Kondisi ini juga merusak ekosistem mahluk hidup di sungai sehingga membuat nelayan kesulitan mendapatkan ikan” jelasnya.
Kemudian limbah pabrik kata Alek juga sering merambah DAS di Sambas. Contohnya tumpahan CPO yang terjadi beberapa waktu.
“Ribuan ikan di Sungai Sambas Besar mati, ini juga membahayakan kita yang menggunakan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari,” ujarnya
Kemudian limbah paling berbahaya, lanjut Alex berasal dari tindakan ilegal seperti meracun atau menuba untuk mendapat ikan dan bahan beracun dari penambangan emas ilegal.
“Racun yang digunakan untuk saat menuba sangat berbahaya yaitu sianida. Bahan ini sangat berbahaya dan mematikan. Kemudian aktivitas pertambangan ilegal menggunakan merkuri juga sering dilakukan di hulu Sungai Teberau, Desa Madak Kecamatan Subah,” pungkasnya. (Red/Noi)